oleh : Ahmad Subhan Hidayat*
Negeri Sakura merupakan suatu keberuntungan serta kebanggaan yang luar biasa bagi saya. Di sanalah saya bisa bergabung dalam sebuah program yang mempertemukan saya dengan orang dari seluruh belahan dunia.
Seitokai atau keorganisasian mahasiswa, bagaimana kondisinya disana? Saya telah menemukan hal luar biasa mengherankan di Jepang, lantaran kenapa ada mahasiswa yang mengorbankan ideologi, pikiran, teman dan materi tentu saja untuk berjuang dalam dunia politik kampus. Sebegitu kurang bermutukah? Atau terlalu sulit untuk kita bergantung pada sistem pendidikan negara kita sendiri hingga harus mengerahkan banyak pikiran untuk “dunia organisasi.”
Welcome Negeri Sakura! Tanggal 9 Maret 2012 kegembiraan itu tertuang pada agenda Discussion with Students of Waseda University. Pengisi, pengatur, dan panitia lokal dalam acara itu tidak dibawah nama organisasi tertentu! Ya, mereka murni mahasiswa yang punya passion dan memutuskan bekerja secara volunteer untuk menyambut saya dan teman-teman se-program dari 40 negara itu. Hasilnya sangat memuaskan, mereka benar-benar bisa bermain management plotting yang bagus.
Pada kesempatan lainnya saya bayak memetik ilmu ketika di Fukudai (Fukushima University). Pada waktu itu, PLTN di Fukushima memang sempat bermasalah gara-gara gempa dan tsunami dahsyat 11 Maret tahun lalu. Hal menakjubakan dari peristiwa tersebut adalah ketika mereka secara spontanitas tergerak dalam mahasiswa volunteer. Dalam kegiatan tersebut, terlihat adanya peran keorganisasian mahasiswa, sehingga mampu mencetak sumberdaya manusia yang sangat berkelas. Bila kita lihat peran keorganisasian di kampus Indonesia yang susah payah mendidik staf dan anggotanya agar bisa paling tidak mengurusi kegiatan level jurusan, darimanakah mereka belajar? Tidak pernah saya dengar ada lembaga eksekutif, legislatif apalagi ekstra kampus di kalangan mahasiswa. Apa itu sudah diajarkan di kurikulum pendidikan sejak SD, SMP, SMA, mungkin? Mungkin seperti itulah gambarannya.
Mungkin sebagian dari kalian telah mengetahui bahwa kehidupan sosial masyarakat Jepang yang pada umumnya adalah seorang salaryman, merasa sering tertekan dan kurang nyaman walaupun dengan gaji yang sangat lebih dari cukup. Padahal secara SDM seperti yang kita tahu sangat sulit jika dibandingkan dengan di Indonesia. Dan lihatlah disini! Dalam kepanitiaan, kepengurusan, birokrasi dan sebagainya sangat memeras otak dan ketabahan jika tidak kita atur dengan baik. Mulai dari hal kecil, kita telah dibiasakan dengan ketidaksinkronan antara hal yang satu dengan yang lain. Berbagai konflik yang memunculkan masalah pelik sering kita hadapi pada dunia keorganisasian kita yang tentunya jauh lebih “keras” daripada apa yang terjadi dinegeri Sakura yang serba tertata tersebut. Hingga kita yang terbiasa menghadapi itu akan bisa menatap hidup yang penuh rintangan dengan tetap tegar dan optimis. Lantas, bagaimana caranya? Tentu saja lebih banyak belajar lebih baik. Mari kita ambil dan belajar dari apa yang kita kagumi tanpa harus merendahkan diri.
* penulis adalah peserta Japan Study Program 2012 yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan Jepang yang sekaligus Ketua Himaprodi Sastra Jepang 2012
(Gigih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar