FIB – Tepat satu bulan yang lalu (25/5), FIB menyelenggarakan acara budaya terbesar di FIB yang juga disebut sebagai Hari Raya FIB, Nidayaku (Seni dan Budayaku). Di dalam acara tersebut, terdapat pagelaran wayang yang pertama kalinya diadakan ada di FIB sepanjang sejarah dengan judul “Lahirnya Raden Gatotkaca”. Pagelaran wayang ini terbilang istimewa karena didalangi oleh salah satu mahasiswa FIB sendiri, Dyan Permana Putra dari prodi Antropologi Budaya angkatan 2012. Di usia yang terbilang muda, Dyan telah memiliki kemampuan yang begitu istimewa.
Bagaimana sih awal ceritanya Ki Dyan bisa menjadi Dalang?
“Mulai dari kecil saya sudah menyukai wayang. Saya sering melihat acara-acara wayang di TV. Mulai kelas 2 SMP saya masuk di salah satu sanggar di Malang dan mulai mengenal apa itu pendalangan, bagaimana melakonkan dan memegang wayang, bagaimana bermain musik gamelan.” Hal tersebut mulai membuat Dyan tertarik di dunia seni, ikut mengenal materi-materi pendalangan dan juga karawitan.
Belajar wayang itu seperti apa?
Menurut sang dalang FIB ini, yang pertama kali sebenarnya adalah pengenalan tokoh wayang, karena dari kecil ia sudah termotivasi dan memiliki obsesi ingin jadi ini dan itu, jadi di rumah ia mempraktekkan sendiri dengan menonton video pewayangan, menggambar wayang lalu mengguntingnya sendiri sehingga membuat Dyan hafal tokoh dan boneka wayang. “Jadi, ketika masuk sanggar, saya mulai belajar materi. Materi pertama yang saya dapatkan tentang beberapa adegan dalam perwayangan, yang dinamakan jejer. Jejer ini berisi adegan-adegan, plot dan juga alur.”
Bagaimana bisa tertarik dengan Wayang?
“Itu rahasia Tuhan.” Dyan menyebutnya dengan panggilan hati. Ia beralasan bahwa biasanya anak kecil suka membayangkan ketika besar akan menjadi apa dan juga begini-begitu. Dyan menambahkan bahwa ia sering membeli mainan-mainan yang namanya ‘bongkar pasang’ atau wayang kertas yang biasa dijual di pasar, ketika itu harganya masih Rp 1.500 hingga Rp 2.000. Hal sepele ini yang membuat ia pada akhirnya mengenal tokoh-tokoh wayang.
Kapan mulai pertama kali show?
Pertama kali show di radio Senaputra selama satu jam dan membawakan materi tentang jejer yang sudah dipelajari selama 8 bulan.
Bagaimana pendapat Anda tentang adanya acara pagelaran wayang dalam acara Hari Raya FIB?
“Saya sangat bangga sekali,” ucapnya singkat karena ketika itu ia menjadi salah satu pengisi acara dalam Nidayaku.
Bagaimana menurut Anda jika pewayangan itu dibawakan dengan menggunakan bahasa Indonesia?
Dyan menjelaskan panjang lebar bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam perwayangan bukan masalah besar. Hanya saja hal itu akan menghilangkan esensi dari pewayangan itu sendiri. Menjadi dalang itu sulit, karena kita harus bisa membawa penonton untuk mengerti apa yang disampaikan melalui bahasa kita. Bahasa Jawa memiliki beberapa tingkatan kesopanan, yaitu bahasa Jawa Ngoko, Krama, Krama Inggil, dan Kawi. Sementara bahasa yang biasa dipakai dalam pagelaran wayang kulit adalah Bahasa Jawa Kawi, yang merupakan tingkatan bahasa Jawa yang paling tinggi dan mengandung istilah-istilah yang sulit untuk dimengerti oleh anak muda. “Hal ini dapat diantisipasi dengan memasukkan dialog sehari-hari seperti dialog khas Malang, “Yoopo, rek?” ia menambahkan.
Apakah Ki Dyan merupakan pengelola atau ketua dari Sanggar Songgoriti, mengingat Anda sendiri sudah menjadi Dalang?
“Iya, kebetulan saya sendiri sebagai pengelola atau ketua dari Sanggar tersebut,” ucapnya. Dyan mengadakan show sendiri setiap malam Jumat Legi, terkadang juga menerima undangan seperti di acara pernikahan. Selain itu, Ki Dyan juga ahli dalam karawitan dan bermain gamelan.
Berapa kali Anda mengikuti lomba atau festival pewayangan?
“Ketika lomba diadakan, umur saya belum mencukupi, sehingga saya belum pernah mengikuti lomba apapun.” Sayangnya, begitu umur Dyan telah sesuai persyaratan, belum ada lomba yang diadakan lagi untuk tahun ini. Karena lomba atau festival perwayangan biasanya diadakan setahun sekali pada bulan Juli-Agustus. Untuk menempuh festival pendalangan pun tidak semudah yang dibayangkan, karena tidak semua dalang bisa mengikuti festival ini dan harus memiliki kualitas terbaik. Seorang dalang dikatakan berhasil dalam pertunjukannya ketika ia tidak memiliki suara yang fals.(rvk/fib)
Profil
Nama Lengkap: Dyan Permana Putra
Nama Panggilan: Dyan
Tempat dan Tanggal Lahir: Malang, 11 Maret 1994
Riwayat Pendidikan:
- TK Dharma Wanita
- SDN 1 Tegal Weru
- SMPN 1 Dau
- SMAN 2 Batu
Riwayat Organisasi:
- Ketua Sanggar Kridha Manggala Laras, Songgoriti, Batu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar